Galian tanah hingga ratusan meter dalamnya
Menyusuri galian sempit, gelap nan pengap
Tak peduli rindu, nyawa seakan tak berharga
Demi sesuap nasi, penyambung hidup
Rakus bin tamak baginda pemodal
Buruh terbiasa meski hanya beberapa rupiah
Diusung dogma, tak mengapa sedikit yang penting halal
Yang penting makan, tak peduli mewah
Berhari-hari mencari dan menggali
Batu hitam itu banyak diminati
Banjir keringat merayap mencari batu bara
Bertaruh nyawa, imbalan tak seberapa
Meski dipucuk ketakutan tetap menunduk
Dalam ruang sempit berjalan merangkak
Kadang merayap mencari batu-batu itu
Keringat enggan lagi bersemedi dalam tubuhmu
Tenaga kau kuras brjalan dengan tangan
Dalam lorong-lorong bawah tanah minim oksigen
Demi tumpukan uang buat majikan.
Menyusuri galian sempit, gelap nan pengap
Tak peduli rindu, nyawa seakan tak berharga
Demi sesuap nasi, penyambung hidup
Rakus bin tamak baginda pemodal
Buruh terbiasa meski hanya beberapa rupiah
Diusung dogma, tak mengapa sedikit yang penting halal
Yang penting makan, tak peduli mewah
Berhari-hari mencari dan menggali
Batu hitam itu banyak diminati
Banjir keringat merayap mencari batu bara
Bertaruh nyawa, imbalan tak seberapa
Meski dipucuk ketakutan tetap menunduk
Dalam ruang sempit berjalan merangkak
Kadang merayap mencari batu-batu itu
Keringat enggan lagi bersemedi dalam tubuhmu
Tenaga kau kuras brjalan dengan tangan
Dalam lorong-lorong bawah tanah minim oksigen
Demi tumpukan uang buat majikan.
Panyampa, 27 Des. 2016
Label:
Puisi