Terdengar gemercik air dari turunnya hujan
Dari jendela, hati
kuhanyutkan
Kubiarkan air hujan menyerangku
Hingga ia merembes sejukkan kalbu
Tenangkan hati yan rindu
Mengalir bersama air yang berlalu
Ke lembah hati Sang
Cahayaku.
Kupikir Embun Pagi tadi
Meritual memanggil cahaya mentari
Namun,
sore ini mendung masih saja
Meluapkan sedih dihujan air matanya
Menenggelamkanku
dalam nuansa
Hingga rindu menikam kembali.
Cahayaku, dimana Engkau
dikemendungan ini?
Disini, kabut-kabut rindu menyelimuti hati.
Angin petang
menghembuskan sepoi,
Melumpuhkan mata melelapkanku.
Akhirnya, akupun tiba pada
kesimpulan,
Ketika aku berdiri lagi menatapi mendung
Kini bait rinduku kembali
kutemukan
Yang kurindu datang memelukku dari belakang
“Aku datang” ujarnya
dengan bisikan
Kubalikkan badan mengiringi intonasi air mata
Engkau cahaya
kini datang, ketika mendung ingin bercerita.
Dalam rhytme cerita, silau
menyinari mata
Cahayakupun menutup mataku dengan tangannya
Tapi silau masih
saja menyinari mata
Pelan-pelan silau itupun mulai memudar
Hingga kubuka mata
perlahan
Cahayakupun hilang seiring intonasi mata terbuka
Ternyata........
Ia menjelma lagi dalam Bunga Tidur.
Oleh: Abdoel Azis Toro (Sastra)
Kapuk, 19/12/2015
0 komentar:
Posting Komentar